Saturday 9 November 2013

Refleksi RPL


            Nah, pada pembahasan kali ini, saya akan menceritakan pengalaman pembelajaran saya sepanjang saya belajar RPL.

            Tidak terasa, sudah 6 kali pertemuan saya masuk ke kelas RPL. Pada pertemuan pertama, kelas besar digabung dengan kelas senior, sehingga membuat saya yang baru semester 3 ini merasa cukup kaget dan ragu-ragu untuk mengambil mata kuliah ini karena banyak senior lain yang mengatakan bahwa mereka baru saja mengambil mata kuliah RPL karena sangat sulit dipelajari.

            Pada pertemuan selanjutnya, kita sekelas pun juga di tantang untuk yakin mengambil mata kuliah ini atau membatalkannya. Akhirnya, saya pun tetap pada keputusan pertama saya untuk tetap mengambil mata kuliah RPL sebagai mata kuliah saya di semester 3 ini, karena saya pikir cepat atau lambat saya pasti akan menempuh mata kuliah ini. Seberapa susahnya juga pasti akan saya jalani, jadi lebih baik bersusah payah dahulu, bersenang-senang kemudian :p

            Yang saya rasakan selama menempuh proses belajar di kelas RPL adalah selalu saja ada metode pembelajaran yang berbeda-beda yang diberikan, sehingga saya di dalam kelas tidak merasa bosan. Terkadang tiba-tiba bank pendapat, pembagian kelompok dan persentase kelompok.

            Semua yang saya alami dan pelajari itu karena dibarengi dengan metode yang berbeda membuat pelajaran tersebut otomatis masuk dalam pikiran saya. Bahkan tanpa melihat buku saya bisa menjelaskan mengenai RAD secara mendadak (Presentase Karya RAD).

            Materi yang sudah saya mengerti cukup banyak, mulai dari proses software itu terbagi menjadi 5 macam , dimulai dari waterfall model. Model ini pada dasarnya sudah efisien, tetapi biaya (Iteration Cost) yang dikeluarkan jika terjadi kesalahan cukup besar. Selain itu, jika misalnya software analyst kesulitan dalam mengetahui criteria atau kebutuhan software, maka kemudian ada Prototype Model, dimana model ini memberi contoh kepada pelanggan seputar kebutuhan program yang diinginkan pelanggan. Selain itu, waterfall model ini membutuhkan waktu cukup lama, sehingga jika software analyst membutuhkan waktu yang singkat dalam menyelesaikan pengembangan system yang berskala kecil, maka ia membutuhkan RAD (Rapid Application Development), sebab dalam RAD itu terbagi ke dalam tim-tim yang mengerjakan modul-modul bersamaan kemudian diserahkan kepada software analyst, sehingga waktu pengembangan system menjadi lebih cepat. Nah, ketika software analyst mendapat proyek yang berskala besar, maka ia membutuhkan Incremental Model, dimana model ini memang dirancang untuk pengembangan system berskala besar yang dikerjakan secara bertahap. Dalam Incremental Model, kebutuhan yang dikerjakan memang untuk skala besar, tetapi belum dibutuhkan semuanya. Selanjutnya, jika software analyst ingin mengerjakan suatu proyek yang berskala besar secara berulang-ulang dengan memberi contoh terlebih dahulu, maka software analyst tersebut membutuhkan Iterative-Incremental Model, yang merupakan gabungan antara prototyping dan incremental model, sehingga model tersebut membuat contoh kebutuhan konsumen terlebih dahulu, kemudian mengerjakannya secara bertahap dan berulang-ulang.

            Materi yang masih saya kurang pahami adalah tentang iterative-incremental model, karena menurut saya sampai kapan pengerjaan software analyst akan terus berulang-ulang namun tetap dikerjakan secara bertahap.

            Secara garis besar, penjelasan tentang RPL sudah sangat saya pahami dan saya sudah bisa membedakan beraneka macam model yang dalam software process.

No comments :

Post a Comment